Lukas 8:26-39
Bagi saya cerita ini ironis. Tidakkah seharusnya orang-orang Gerasa itu bersyukur setelah menyaksikan kuasa Tuhan dinyatakan di tengah mereka? Seorang yang hidupnya diubahkan begitu ajaib: Dari gila hingga waras, dari sangat liar hingga terkendali dan tenang, apakah tidak cukup menggugah hati mereka untuk menyembah Yesus? Saya percaya orang gila ini telah cukup lama meneror warga setempat dengan ketelanjangan dan manifestasi kekuatannya yang destruktif. Tapi menyaksikan respon mereka dalam cerita ini, nampak bagi saya bahwa apa yang Yesus lakukan bukanlah apa yang mereka harapkan.
Di ayat 35 Lukas mencatat bahwa penduduk Gerasa pergi keluar untuk melihat apa yang terjadi. Barangkali mereka penasaran juga, ingin tahu. Tetapi sesudah itu mereka menjadi sangat ketakutan, lalu mengusir Yesus dari sana.
Saya menduga mereka menjadi sangat ketakutan oleh karena penyataan kuasa dan kewibawaan Yesus yang dahsyat dan tiada tandingannya. Setan-setan pun tunduk pada-Nya. Semua orang Gerasa menyerah, tak dapat mengatasi orang yang dirasuk oleh setan-setan itu. Tapi Yesus seorang diri dapat membebaskan orang itu dan mengusir setan-setan itu. Marilah kita mencoba menempatkan diri pada posisi mereka. Mereka cemas. Jika Yesus sehebat itu, tidakkah berarti Ia pun dapat berbuat apa saja dalam hidup mereka? Siapakah Yesus? Apakah kehadiran-Nya mendatangkan keberuntungan atau kebuntungan bagi mereka? Kecemasan mereka bertambah parah ketika Yesus mengizinkan setan-setan itu memasuki kawanan babi (dua ribu ekor) di lereng gunung itu sehingga menyebabkan babi-babi itu terjun bebas ke dalam danau dan mati lemas. Too bad, isn’t it?
Refleksi: Saya kerapkali mendengar orang-orang Kristen berdoa atau minta didoakan agar hidup mereka diubahkan oleh Tuhan. Tentu saja, saya menghargai kerinduan hati mereka. Tapi membaca dan mempelajari cerita ini saya jadi bertanya-tanya apakah kita menyadari apa yang kita minta? M. Scott Peck dalam The Road Less Travelled pernah berkata, dan saya kira ia benar, masalah nomor satu dalam hidup kebanyakan orang adalah bahwa mereka pada akhirnya tidak sudi melakukan hal-hal yang akan membawa perubahan positif bagi hidup mereka. Mengapa? Mungkin mereka sudah mencoba namun menyerah di tengah jalan. Bisa jadi, setelah berhitung, mereka merasa risiko atau ongkos yang harus dibayar untuk mengikut Yesus terlalu besar. Jika demikian, mungkin lebih baik berdamai dengan setan daripada mengusirnya. Seperti sebuah pepatah kuno, Better the devil we know. Atau, jangan-jangan sedikit banyak kita menikmati hidup bersama dosa dan kejahatan. Pernahkah Anda membayangkan sebuah kehidupan tanpa dosa dan kejahatan? Membaca koran tanpa bad news. Menyaksikan film tanpa adegan panas. Ngrumpi tanpa membicarakan keburukan atau kegagalan orang lain. Hambar betul hidup kita.
Pertanyaan bagi kita: Sungguhkah kita menghendaki Tuhan berkarya mengubah hidup kita?
Recent Comments