by: Brian Walsh, Richard Middleton, Mark Vander Vennen, Sylvia Keesmaat
(Diterjemahkan oleh Agus B. Sadewa)

Yesaya 1.1-9

Matius 25.1-13

Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya.

Yesaya 1.3

Adven adalah tentang menunggu. Menunggu Seorang Yang Akan Datang. Menunggu Mesias. Menunggu dalam Adven, betapapun, tidaklah pasif. Jenis menunggu yang kita mulai semenjak Adven itu aktif. Mesias datang, dan dengan kedatangannya damai sejahtera dan keadilan memerintah. Oleh karena itu kita harus rajin bersiap-siap.

Sedikitnya dua hal dapat menyebabkan kita gagal dalam bersiap, dua cara yang dapat membuat kita “kehilangan” Adven. Yang pertama digambarkan dalam perumpamaan sepuluh gadis. Ada sebuah pernikahan dan, sebagaimana lazimnya, gadis-gadis sahabat mempelai perempuan menunggu mempelai laki-laki untuk mengiringinya ke pesta dan perayaan pernikahan. Tapi mempelai laki-laki terlambat. Pernikahan-pernikahan Timur Tengah agaknya memang tak pernah tepat waktu. Lima gadis mengantisipasi masalah ini dan bersiap-siap dengan minyak tambahan agar pelita mereka tetap menyala. Lima lainnya, betapapun, tidak begitu siap. Mereka tidak mengantisipasi kedatangan mempelai laki-laki sebagaimana mestinya dan tidak mempersiapkan diri dalam penantian untuk kemungkinan terjadinya penundaan. Lima menunggu dalam siap, lima lainnya tidak. Mereka yang siap memasuki pesta, mereka yang tidak siap tertinggal di luar. Inilah hal pertama yang dapat menyebabkan kita kehilangan Adven. Kita dapat kehilangan Adven hanya dengan tidak siap, karena tidak menjalani hidup kita dengan cara terus-menerus mengantisipasi kedatangan Kerajaan sukacita, damai sejahtera dan keadilan.

Akan tetapi ada cara lain yang dapat membuat kita kehilangan Adven. Kita dapat kehilangan Adven dengan tidak menunggu sama sekali. Anda lihat, bila kita puas dengan hidup kita sendiri, bila kita berpikir bahwa “apa yang kau lihat itulah yang kau peroleh,” bila kita memiliki suatu pendirian bahwa kita telah tiba dan tak perlu berjalan, maka tak ada yang perlu kita tunggu lagi. Inilah kenyataan yang nabi Yesaya hadapi delapan abad sebelum Kristus.

Oleh karena kita akan menghabiskan banyak waktu bersama Yesaya pada Adven ini, marilah kita mencoba untuk melihat konteksnya sedikit. Pelayanan Yesaya bermula sejak pemerintahan raja Usia yang makmur di Yerusalem. Fakta menunjukkan bahwa sejak raja Usia berkuasa kekuatan dan kemakmuran Yehuda hanya berada di kelas dua bila dibandingkan dengan era raja Daud dan Salomo. Meskipun peta politis berada dalam proses perubahan terus menerus (kerajaan utara Israel menjadi tawanan Assyrian pada 722 Sebelum Masehi; sementara kerajaan selatan Yehuda sibuk mengikatkan diri pada bermacam-macam aliansi dengan Mesir dan Syria (Aram) demi untuk menjaga keamanannya dari ancaman Assyrian), suasana hati di Yerusalem tetap tenang. Bagaimanapun Yerusalem adalah kota Daud! Dengan raja keturunan Daud di atas takhta dan Allah di Bait Suci, kejahatan apa dapat menimpa kita? Apa yang perlu kita tunggu lagi? Segala yang kita inginkan sudah di sini. Karena kita memiliki perjanjian yang aman dengan Allah Israel, kita telah tiba, dan buktinya ialah kemakmuran kita. Siapa yang butuh Adven bila janji telah digenapi?

Maka masuklah Yesaya dengan pembacaan yang amat berbeda. Yehuda telah tiba? Baik, bila sakit parah adalah gagasan Anda tentang ketibaan maka ya, Yehuda benar telah tiba. Dalam nubuat pembukaan, Yesaya menembus rasa puas diri pada harta kekayaan dan percaya berlebihan Yehuda pada perjanjian. Ia menggambarkan Yehuda sebagai tubuh yang memar, luka dan berdarah-darah. Pada saat Yehuda melihat dirinya aman dalam perbatasan-perbatasannya, Yesaya melukiskan potret orang-orang asing yang melahap hasil tanah dan sebuah kota yang terkepung.

Mengapa? Mengapa Yesaya melihat kehancuran dan keambrukan sementara yang lain melihat kota yang makmur dan aman? Karena Yesaya tahu benar bahwa kehidupan kultural dan pribadi yang tidak lagi menunggu pemerintahan Allah, karena berpikir bahwa pemerintahan itu telah direalisasikan, sesungguh-sungguhnya berada di jalur kematian. Ketika kehidupan perjanjian sudah begitu terstruktur untuk melayani kepentingan si kaya dengan jalan mengorbankan si miskin, maka ini sebenarnya perjanjian dengan kematian.

Mempelai laki-laki berkata pada gadis-gadis itu, ”sesungguhnya aku tidak mengenal kamu.” Yesaya berkata Israel tidak mengenal pemiliknya, umat-Ku tidak memahaminya. Marilah kita memasuki musim Adven ini dengan pengenalan dan pemahaman. Marilah kita menunggu dengan penuh harap.