Lukas 14:25-26
Saya melihat respon Tuhan Yesus bertolak belakang dengan respon para pelopor user-friendly churches. Responnya, dalam perspektif pemasaran, tidak menjual sama sekali. Tidak menjual oleh karena Ia terlalu jual mahal. Ia berbeda jauh dari respon selebritis yang tak akan mengecewakan fans-nya. “Everything I do is for my fans,” begitu kata selebritis.
Apa kata Tuhan Yesus? Seorang yang datang pada-Ku dan tidak membenci keluarganya, bahkan dirinya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Bagaimana kita memahami kata “membenci” di sini? Apa Tuhan Yesus tidak salah bicara? Tidakkah Ia percaya pada Sepuluh Perintah Allah, “Hormatilah orangtuamu!”? Bukankah Ia pernah mengatakan, “Kasihilah sesamamu manusia …”
Di Matius 10:37 kita menemukan ucapan Tuhan Yesus yang parallel dengan itu, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku …”
Saya melihat Tuhan Yesus sedang berbicara tentang cinta. Terbukti bahwa Ia membandingkan cinta pada keluarga dengan cinta pada-Nya. Cinta seperti apa yang kita berikan pada-Nya? Para penafsir membaca kata “membenci” dalam Injil Lukas sebagai love less. Penginjil Matius agaknya lebih plain dengan menggunakan ungkapan love more. Akan tetapi saya tetap menganggap bahwa Injil Lukas itu unik. Dengan memasukkan kata “membenci,” Ia mengejutkan para pembacanya. Ucapan semacam disebut exaggerated saying, ucapan yang berlebihan, dipakai untuk menonjolkan suatu pesan.
Menghormati orangtua dengan cara menguburkannya; mengasihi suami, isteri, anak, saudara lelaki atau perempuan sungguh membutuhkan komitmen juga. Tuhan Yesus tahu benar adat Yahudi yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kekerabatan. Ia tidak mengatakan bahwa komitmen terhadap keluarga tidak penting. Sebaliknya, komitmen terhadap pernikahan, keluarga, dan orangtua sangat penting. Namun di atas komitmen yang sangat penting itu masih ada yang lebih penting dan mendasar lagi, yaitu komitmen mengikuti Yesus.
Komitmen atau kesungguhan mengikuti Yesus bukan perkara prioritas, melainkan perkara keterpautan hati. Bukan soal manajemen hidup, melainkan soal ibadah. Berbicara tentang hati, pilihannya hanya dua: all or nothing. Tuhan Yesus berkata, “seorang tidak dapat mengabdi pada dua tuan.” Hati bercabang jelas tidak diperkenan oleh Tuhan Yesus. Ia menghendaki hati yang murni, hati yang single.
Saudara-saudari terkasih, mengikuti Yesus merupakan urusan yang serius. Oleh karena Ia tidak mengajak kita sekadar traveling bersama-Nya, atau kumpul-kumpul ice cream party di pantai. Kita perlu secara bijaksana menghitung ongkosnya agar kita tidak berhenti di tengah jalan. Saya tidak dapat lebih setuju lagi dengan perkataan Eugene Peterson berikut ini, “Discipleship is a long obedience in the same direction.” Oleh karena itu tanpa kesungguhan yang total, discipleship hanya omong kosong. Janganlah kita berespon secara impulsive terhadap ajakan Tuhan Yesus. Duduklah dahulu, pikirkan segala sesuatu matang-matang. Sekali bilang cinta, there should be no point of return.
Apakah kita bersedia membayar ongkosnya?
Recent Comments