Kejadian 21:8-14
Kelahiran Ishak yang dinanti-nanti oleh Abraham dan Sara, pun oleh kita pembaca kisah mereka, tak semeriah yang kita harapkan. Nyatanya, hanya 7 ayat diberikan untuk membicarakan hal itu. Setelah 25 tahun menanti, dan 9 pasal kita lalui, mengapa hanya begini? Kita tentu saja berharap Musa bisa menulis lebih banyak dari ini. Tapi mungkin ia hendak menyampaikan suatu pesan yang tak kalah penting dari berita kelahiran Ishak. Ada pelajaran yang Tuhan hendak berikan pada Abraham, bapa dari orang-orang beriman itu, yang pembaca perlu petik. Apakah itu?

Lihat ayat-ayat selanjutnya, mulai ayat 8. Setelah Ishak bertambah besar, ia disapih, lalu Abraham membuatkan sebuah pesta besar. Sebagai catatan: bagi orang-orang kuno di zaman Abraham, seorang anak barulah disapih pada usia 3 – 4 tahun. Jadi, umur Ismael, kakak lain ibu dari Ishak, pada waktu itu sudah sekitar 16 – 17 tahun. Ia sudah bukan kanak-kanak lagi. Maka, di ayat 17 ia disebut ‘the lad.’ Di pesta besar itulah Sara mengamuk besar. Apa gerangan sebabnya?

Ayat 9 memberitahu kita bahwa Sara melihat Ismael main dengan Ishak. Lho mengapa main-main saja dilarang? Terjemahan Indonesia (LAI) dan sejumlah versi Inggris agaknya keliru menerjemah ‘mishak’ jadi bermain. Sebenarnya dengan mempelajari struktur bahasa Ibrani secara lebih teliti, kita bisa menemukan permainan kata dalam ayat tersebut. Mishak tak lain ialah kembangan dari kata Ishak (ketawa). Terjemahan (atau agaknya transliterasi lebih tepat) yang harafiah seharusnya anak Hagar, Ismael, ‘mengishak’-kan Ishak, putranya sendiri. Oleh karena Ishak berarti ketawa, mungkin yang dimaksudkan adalah Ismael menertawai, mengolok, mempermainkan Ishak. Itulah sebab Sara mengamuk besar di pesta besar itu, di hadapan para tamu besar dan kecil ia desak Abraham agar mengusir Hagar beserta putranya itu. “Kaulah yang harus bertindak, Abraham. Sekarang juga usir hamba perempuan itu beserta dengan putranya yang amat kaukasihi itu, sebab ia tak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan putraku, Ishak.” Begitu kira-kira ia berkata pada Abraham. Mungkinkah Abraham menganggap Ismael akan menjadi ahli waris, sekurang-kurangnya bersama dengan Ishak? Nampaknya ya.

Saya menemukan hal lain tersirat dalam permainan kata ‘mishak.’ Sara menerima Ishak (ketawa) dalam hidupnya; dan itu berkat Tuhan. Tapi Ismael yang bukan ahli waris itu berlaku seakan ialah ahli waris dengan menertawai Ishak, sang ketawa yang sesungguhnya. Sara cukup tajam melihat apa yang sedang berlangsung. Jika hal ini dibiarkan, maka Ishak pun suatu hari bisa digantikan oleh Ismael. Barangkali kesalahan tak sepenuhnya bisa ditimpakan pada Ismael, oleh karena Abraham sebenarnya ikut berperan besar. Apakah Abraham telah membiarkan hal itu terjadi? Jangan-jangan ia malah melindungi Ismael dari Sara.

Maka Abraham pun sangat kesal oleh karena ihwal putranya itu (ayat 11). Perhatikan bukan perihal Hagar yang disebut, tapi putranya, Ismael. Saya yakin jika Tuhan tak bersabda padanya membenarkan apa yang dikatakan oleh Sara, ia tak akan mengabulkan permintaan istrinya itu. Sebab hatinya begitu mencintai Ismael, putra satu-satunya selama 13 tahun, bahkan setelah Ishak lahir tak mudah baginya untuk berpindah ke lain hati. Tapi ia tahu bahwa sejak awal Tuhan telah menetapkan bahwa Ishak bukan Ismael yang akan menjadi ahli waris. Ia tahu itu, Ia hanya hendak mengingkarinya.

Kecintaan Abraham pada Ismael dideskripsikan secara subtil dalam ayat 14. Urutan dalam terjemahan Indonesia lagi-lagi tak tepat. “Ia meletakkan itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu pergi.“ Tidak masuk akal, Ismael yang sudah sebesar itu masih ditaruh di bahu Hagar. Terjemahan yang lebih tepat seharusnya, “Ia meletakkan itu di atas bahu Hagar, beserta anaknya …“ Jadi, Ismael berada di urutan terakhir. Mungkin itu isyarat bahwa Abraham berat sekali melepas Ismael.

Kisah Abraham menyadarkan saya akan dua hal: betapa keras hati manusia dan betapa sabar Tuhan berurusan dengannya. Tuhan tak hanya sekali mengingatkan, meneguhkan janji, dan membawa Abraham kembali ke jalan yang Ia perkenan, tapi berkali-kali. Berkali-kali Abraham jatuh, mengambil jalan yang ia pandang baik. Sempat ia tetapkan sendiri Eliezer, budaknya, menjadi ahli waris. Dua kali ia serahkan Sara kepada lelaki lain (Firaun dan Abimelekh) demi untuk menyelamatkan diri sendiri. Sekarang Ismael, buah perkawinannya dengan Hagar, budak perempuannya, pun mengancam penggenapan rencana Tuhan. Saya heran mengapa Tuhan begitu sabar. Tak pernah Tuhan menegur Abraham dengan keras. Di sini, di seluruh kisah Abraham-Sara, Tuhan bersuara lembut sekali.

Suara teguran yang keras kepada Abraham selalu datang dari pihak lain, seperti Firaun, Abimelekh, dan kali ini Sara. Walau jari telunjuk Sara barangkali mengarah pada Hagar dan Ismail, saya percaya, persoalan sesungguhnya terletak pada diri Abraham. Sebagai pemegang janji Tuhan, ia tak semestinya membiarkan Ismael mengambil hak waris Ishak. Attachment dengan Ismael yang telah terbentuk bertahun-tahun lamanya membuat Abraham lupa diri dan lupa janji. Dalam hal ini Sara, meski bercampur dengan kebencian, berkata benar: Ismael tak akan mendapat bagian Ishak. Tentu saja harus dicatat: Ismael juga akan dibuat menjadi suatu bangsa besar. Tapi itu sebuah kisah yang lain.

Melepas sesuatu yang berharga dari hidup ini tidaklah mudah, apalagi jika yang harus kita lepas ialah seseorang yang telah bertahun-tahun kita miliki dan cintai seperti anak. Tapi Tuhan menjanjikan sesuatu yang jauh lebih baik, yang saat ini tak bisa kita terima dengan lapang dada, karena mungkin cinta kita pada dunia lebih kuat daripada cinta kita kepada Tuhan.