Lukas 14:25-26

“A religion that gives nothing, costs nothing, and suffers nothing, is worth nothing.” – Martin Luther.
“What I taught with my lips, I seal with my blood.” – John Hus.
Boleh dikatakan Tuhan Yesus sedang menapaki tangga kesuksesan. “… banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.” Seandainya kita bertanya pada orang banyak itu, ada apa gerangan mengikuti Yesus beramai-ramai begini? Saya kira mereka akan menjawab dengan pasti, “Kami adalah pencinta Yesus,” “Kami nge-fans pada Yesus.”
Kata Suneporeuonto oleh LAI diterjemahkan sebagai “mengikuti.” Menarik bahwa TNIV menerjemahkan kata tersebut sebagai “traveling.” Oleh karena itu, patut dipertanyakan lebih jauh apakah mereka mengikuti perjalanan Yesus sebagai tourists atau sebagai followers, sebagai travelers atau sebagai disciples? Dengan kata lain, jangan bilang cinta kalau tidak benar-benar cinta. “Love is a commitment with a beginning and no end.”
Tuhan Yesus nampaknya tidak begitu terkesan pada keramaian. Ia mencari murid sejati, bukan spectator. Kualitas pengikut lebih penting daripada kuantitas pengikut.
Namun demikian, para pelopor Church Growth Movement menganggap jumlah banyak sebagai ukuran keberhasilan. Bagaimana gereja bisa inclusive, menjangkau sebanyak mungkin orang? Menjadi user-friendly church! Untuk itu lagu-lagu ibadah hendaknya dipilih yang singkat dan singable. Kalau perlu lagu-lagu jingles sebagaimana lagu-lagu yang dipergunakan untuk advertising. Makin mudah dihapal, makin user-friendly. Khotbah-khotbah hendaknya dapat menyentuh perasaan, mengundang tawa; pokoknya, dapat menghibur, menyenangkan telinga audiens. Memang betul apa kata Gore Vidal, “Today’s passion is for immediate and casual.” Segala hal yang immediate dan casual biasanya remeh-temeh dan tidak memerlukan komitmen.

Saya melihat respon Tuhan Yesus bertolak belakang dengan respon para pelopor user-friendly churches. Responnya, dalam perspektif pemasaran, tidak menjual sama sekali. Tidak menjual oleh karena Ia terlalu jual mahal. Ia berbeda jauh dari respon selebritis yang tak akan mengecewakan fans-nya. “Everything I do is for my fans,” begitu kata selebritis.

Apa kata Tuhan Yesus? Seorang yang datang pada-Ku dan tidak membenci keluarganya, bahkan dirinya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Bagaimana kita memahami kata “membenci” di sini? Apa Tuhan Yesus tidak salah bicara? Tidakkah Ia percaya pada Sepuluh Perintah Allah, “Hormatilah orangtuamu!”? Bukankah Ia pernah mengatakan, “Kasihilah sesamamu manusia …”

Di Matius 10:37 kita menemukan ucapan Tuhan Yesus yang parallel dengan itu, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku …”

Saya melihat Tuhan Yesus sedang berbicara tentang cinta. Terbukti bahwa Ia membandingkan cinta pada keluarga dengan cinta pada-Nya. Cinta seperti apa yang kita berikan pada-Nya? Para penafsir membaca kata “membenci” dalam Injil Lukas sebagai love less. Penginjil Matius agaknya lebih plain dengan menggunakan ungkapan love more. Akan tetapi saya tetap menganggap bahwa Injil Lukas itu unik. Dengan memasukkan kata “membenci,” Ia mengejutkan para pembacanya. Ucapan semacam disebut exaggerated saying, ucapan yang berlebihan, dipakai untuk menonjolkan suatu pesan.

Menghormati orangtua dengan cara menguburkannya; mengasihi suami, isteri, anak, saudara lelaki atau perempuan sungguh membutuhkan komitmen juga. Tuhan Yesus tahu benar adat Yahudi yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kekerabatan. Ia tidak mengatakan bahwa komitmen terhadap keluarga tidak penting. Sebaliknya, komitmen terhadap pernikahan, keluarga, dan orangtua sangat penting. Namun di atas komitmen yang sangat penting itu masih ada yang lebih penting dan mendasar lagi, yaitu komitmen mengikuti Yesus.

Komitmen atau kesungguhan mengikuti Yesus bukan perkara prioritas, melainkan perkara keterpautan hati. Bukan soal manajemen hidup, melainkan soal ibadah. Berbicara tentang hati, pilihannya hanya dua: all or nothing. Tuhan Yesus berkata, “seorang tidak dapat mengabdi pada dua tuan.” Hati bercabang jelas tidak diperkenan oleh Tuhan Yesus. Ia menghendaki hati yang murni, hati yang single.

Saudara-saudari terkasih, mengikuti Yesus merupakan urusan yang serius. Oleh karena Ia tidak mengajak kita sekadar traveling bersama-Nya, atau kumpul-kumpul ice cream party di pantai. Kita perlu secara bijaksana menghitung ongkosnya agar kita tidak berhenti di tengah jalan. Saya tidak dapat lebih setuju lagi dengan perkataan Eugene Peterson berikut ini, “Discipleship is a long obedience in the same direction.” Oleh karena itu tanpa kesungguhan yang total, discipleship hanya omong kosong. Janganlah kita berespon secara impulsive terhadap ajakan Tuhan Yesus. Duduklah dahulu, pikirkan segala sesuatu matang-matang. Sekali bilang cinta, there should be no point of return.

Apakah kita bersedia membayar ongkosnya?